15.7.19

Sensasi “Ditampar” Sego Tempong Mbok Wah


Sudah pernah mengunjungi Banyuwangi? Atau minimal sudah pernah melewati Banyuwangi?
Para traveller pastinya sih melewati Banyuwangi ketika hendak berkunjung ke Bali. Nah ketika berkunjung ke Kota Sunrise of Java ini belum lengkap rasanya kalau belum mencicipi hidangan lokalnya yaitu : Sego Tempong. Sego dalam bahasa jawa berarti nasi, kalau tempong sendiri merupakan bahasa osing dengan arti tampar. Sempatkan sedikit waktu kalian untuk mencoba sego tempong ini untuk merasakan sensasi tertamparnya.

Nasi Tempong

Nasi tampar?? Yup. Aliasnya ketika memakan sego tempong membuat kita tertampar akan pedasnya. Nasi tempong sendiri merupakan makanan berat yang berisi nasi putih, sayur rebus (bisa genjer,  kangkung, bayam, selada, kubis, kemangi, kenikir, daun pepaya, dan lainnya), lalu disertai lauk pauk goreng sederhana seperti ikan asin, tahu, tempe, dan bakwan jagung. Tak lupa satu kunci yang menambah kelezatan dari hidangan ini adalah sambal khas Banyuwanginya si sambal tempong.
Lalu apasih yang membedakan sambal tempong ini istimewa dibanding sambal-sambal yang lain?
Sambal ini diracik serba mentah dengan olahan cabai rawit, terasi, jeruk limau (jeruk sambal), gula, garam dan yang spesial adalah campuran tomat ranti. Tomat ranti sendiri merupakan salah satu jenis tomat sayur dengan bentuk bergelombang, sekilas kalau dilihat bentuknya seperti labu orens seukuran tomat pada umumnya. Maka dari itu selain dikenal dengan nama sambal tempong juga sering disebut dengan nama “sambal ranti”. Selain itu sambal ini harus dibuat dadakan, katanya kalau sedikit lama rasanya akan berubah. Nah kebayang khan segernya kaya apa? Selain itu cabai rawitnya dalam jumlah esktra jadi pedesnya tuh nyelekit banget! 


 Nah, ada beberapa warung sego tempong di Banyuwangi namun salah satu yang menurut saya paling lezat adalah Nasi Tempong Mbok Wah. Letaknya di daerah Bakungan Kecamatan Glagah Banyuwangi. Warung Mbok Wah ini cukup dekat dengan area Stasiun Karangasem, menuju  kesini  kita harus melewati gang-gang kecil. Namun tidak usah khawatir, ada maps yang bisa membantu sampai ke tujuan dengan selamat.
Warung ini buka dari pagi  hingga malam, tepatnya pukul 08.00-23.00 WIB. Menghindari waktu prime time seperti makan siang dan makam malam maka saya sarankan datang kesini  di bawah jam 12.00 maupun sore hari  agar tidak mangatri terlalu panjang. Eh, tapi jangan kesini Hari Jum’at ya karena libur.

Sego Tempong Mbok Wah perawakannya sama seperti sego tempong lainnya dengan nasi, sayur rebus, lauk pauk gorengan, dan sambal tempong. Harga sepiring nasi tempong dengan lauk standar sekitar 8.000 hingga 10.000 rupiah. Yang istimewa, di Warung Mbok Wah ada banyak banget pilihan menu. Diantaranya :  udang, ayam, sate telur puyuh, cumi pedas, pepes ikan, ati ampela, ikan-ikanan, telur goreng, patu, dan lain sebagainya. Ada urap-urap juga sebagai kduapan tambahan.

 
 Saya memesan seporsi sego tempong dengan lauk sate telur puyuh dan udang goreng. Rasanya emang seperti ditempong! (bahasa osing ditampar atau ditempeleng). Sensasi pedasnya bukan yang naik perlahan-lahan, namun langsung teng gitu bener-bener sensasi makan sambal rawit mentahnya terasa. Saya sesekali berhenti mengunyak karena kepedesan! Untungnya saya sudah memesan es jamu beras kencur untuk teman makan saya kali ini, jadinya pedasnya si sambal tempong masih terdistraksi oleh segarnya es beras kencur. Menu minuman disini wajar seperti warung lainnya seperti teh maupun jeruk, tapi yang jadi favorit ada juga es jamu seperti sinom dan beras kencur.
Kalau bosan dengan nasi putih, bisa mencoba cara lain makan sego tempong dengan memesan nasi jagung disini. Lebih mantep lagi kalau sego tempong didampingi kerupuk ikan, akan lebih menggugah selera dan nikmat.

Harga sego tempong dengan tambahan satu lauk dibandrol dengan harga 12.000 rupiah hingga 20.000 rupiah.

Wawa Yasaruna's

5.7.19

Joss-nya Kopi Arang Angkringan Pak Agus

Masih dalam episode lanjutan main-main ke Jawa Tengah kemarin nuich! Yang ssebelumnya udah puas keliling area Dieng Plateau, lalu malamnya saya jalan-jalan malem sama Mas Pras karena mama kecapean sudah bobo duluan. Untungnya jaraknya gak jauh-jauh amat dari tempat menginap sehingga jalan kaki 10 menitan sudah sampai deh di deretan angkringan dekat Stasiun Malioboro.

Angkringan disini membludak sampai-sampai bingung mana yang harus dihampiri, lalu saya sebelumnya sudah pernah baca-baca rekomendasi Angkringan Pak Agus karena punya beragam sate geramian dan katanya sih paling enak. Okeee let's see!

Angkringan Kopi Joss Pak Agus

30.6.19

One Day In : Dieng Plateau Wonosobo

Sekitar Bulan Maret 2019 ini saya melakukan (lagi) perjalanan ke Wonosobo. Ini adalah kali ketiga saya berkunjung ke area Dieng Plateau atau biasa disebut dengan Dieng Wonosobo.

Welcome to Dieng Plateau.
Dari Malang saya naik bisa ke Surabaya lalu di Terminal Purabaya/Bungurasih saya oper bis jurusan Jogja. Saya sudah beberapa kali juga melakukan perjalanan ke area Jawa Tengah dengan menggunakan bis dan saya rasa jauh lebih nyaman daripada menggunakan kereta karena bisa sewaktu-waktu (meskipun tidak 24 jam juga sih) dan juga bisa durasi malam sehingga tinggal tidur di perjalanan.

26.6.19

About Malang : Santapan Legendaris Kota Malang Ronde Titoni

Saya ini penggemar nomer satu wedang jahe dan wedang-wedang nusantara lainnya, khususnya jahe sih cwintaaa banget. Apalagi kemarau ini Malang sedang dingin-dinginnya sampai-sampai suhu mencapai 16 derajat. Most wanted food di saat-saat seperti ini ya wewedangan yang bisa menghangatkan tubuh seketika serta relaksasi.

Di Malang sendiri sudah menjamur wedang-wedang nusantara seperti ronde, asngle, susu telor madu jahe (STMJ), dan tahwa. Favorit saya ya si bola tepung ketan berisi kacang dan gula merah alias wedang ronde. Nah kali ini saya akan ajak kalian buat nyicip hangatnya wedang ronde yang sudah melegenda di Malang : Ronde Titoni.

Ronde Titoni

19.6.19

Pantai Saleo : Stay Terbaik di Raja Ampa

Epilog cerita di Raja Ampat membahas tentang tempat terbaik untuk stay di Raja Ampat : Pantai Saleo!


Sepanjang Pantai Saleo ada beberapa resort ataupun penginapan yang berbeda-beda padahal letaknya cukup berdekatan seperti Hamur Eco dan Cemara homestay. Selain pantainya bersih banget, juga bangunannya tidak terlalu berlebihan sehingga masih dalam vibes kealam-alaman. Mayoritas bangunannya masih berbentuk kayu gitu dan minim AC, mungkin cuma satu resort aja yang pake AC.

Stay di Pantai Saleo ini memang sangat saya rekomendasikan karena selain pemandangannya apik juga letaknya bukan ditengah-tengah pulau. Cuma ya gitu, saya rasa diseluruh Raja Ampat (atau bahkan Papua ya?) listrik hanya ada ketika malam hari saja.

18.6.19

Berburu Lanskap di Raja Ampat

Tips-tips backpacking dan info pengabdian sudah saya tulis di dua post sebelumnya, sekarang saatnya untuk memanjakan mata dengan megahnya pemandangan lanskap di Raja Ampat!

"Jangan Mati Sebelum ke Raja Ampat"
Sebagian pasti sudah tau bahwa ikon utama Raja Ampat adalah gugusan pulau-pulau kecil dengan lautan toska di sekelilingnya, tentunya diambil dari angle birdeye alias dari atas. Tapi Raja Ampat bukan sekedar itu saja. Di postingan sebelumnya saya udah cerita tentang pemandangan Kali Biru di sekitar Teluk Mayalibit, dan sekarang yuk kita telisik keindahan Raja Ampat.

Berikut adalah tempat-tempat yang sempat saya kunjungi selama di Raja Ampat kemarin :

17.6.19

Es Tambah Umur Surabaya

Ketika kembali dari Jawa Tengah kemarin saya singgah di Surabaya selama setengah hari dan langsung menjujug salah satu kedai es, cucok buat panasnya suroboyo di Hari Minggu!!

Es Coklat Tambah Umur Surabaya
Letaknya di daerah Simokerto Surabaya, Es Coklat Tambah Umur ini ternyata sudah ada sejak 1950 maka dari itu biasa disebut dengan "es coklat jadul". Rupanya kedai ini merupakan warisan turun temurun sejak pertama ada dan dikelola keluarga serta mempertahankan cita rasanya, saat ini sudah mencapai generasi yang ketiga. Untungnya tidak ada hari libur, jadi buat temen-temen yang lagi ke Surabaya bisa mampir dan nyicip es coklat jadul ini mulai dari jam setengah sembilan pagi sampai jam empat sore.

13.5.19

Hati Yang Tertinggal di Warsambin

Been stressing out this week...

Banyak task yang harus sesegera mungkin diselesaikan but i don't, lalu menulis blog bisa jadi salah satu aksi untuk mendistraksi. Uwuw.

Sembari membuka folder berjudul "Warsambin", saya masih inget saat dimana pertama kali menapakkan kaki disana. Disuguhi Teluk Mayalibit dari kejauhan dan sinar matahari yang menusuk. Huhu aku rindu!

Warsambin !

26.3.19

Backpacking ke Raja Ampat?

Selepas dari postingan serial publik transpo kemarin, kali ini saya mau share tentang bagaimana melakukan perjalanan ala backpacker menuju that famous Raja Ampat. Sebelumnya, haruskah saya menulis dengan detail terkait program volunteering yang saya ikuti? Komen di postingan ini apabila iya, ya!


Postingan tips ini terkait biaya dan estimasi waktu, biasalah, budget khan jadi permasalahan utama kalau jalan-jalan!

Menuju Kabupaten Raja Ampat bisa melalui dua jalur ; udara dan laut. Terkait efektifitas jelas menang pesawat lah ya tapi dengan biaya pesawat (hampir) 5-6 kali lipat harga tiket kapal, ya meskipun durasi perjalanannya juga berkali-kali lipat. Naik kapal ke Raja Ampat? Why not! Via udara (dari Surabaya) 3 jam an, via kapal 4-5 hari. Detail fasilitas kapal bisa baca di postingan sebelum ini atau klik link dibawah paragraf ini ya lengkap dengan berbagai informasinya.

BACA JUGA : KM CIREMAI VS KM LABOBAR

6.3.19

KM Ciremai vs KM Labobar

Halo! Akhirnya nemu juga saat yang tepat  untuk nulis dan akhirnya ada niat untuk menulis lagi!!

Long short story, akhir Januari sampai awal Februari  kemarin saya habis melakukan perjalanan dalam rangka pengabdian  masyarakat di Kabupaten Raja Ampat yang dinaungi oleh organisasi non profit YOUCAN. Menuju ke Kabupaten Raja Ampat kita melakukan perjalanan via laut dengan durasi kurang lebih 4-5 hari.

Kali ini saya akan mengulas dan mengupas tuntas fasilitas Kapal Labobar dan Kapal Ciremai serta menjabarkan plus minus dari keduanya.

Kapal yang kita gunakan di keberangkatan dengan menggunakan KM Ciremai yang berangkat dari Surabaya dan turun di Sorong dengan rute Surabaya - Makassar - Bau Bau - Sorong (tujuan akhir KM Ciremai ini sampai Jayapura ya. Oya. Harganya kurang lebih 700 ribu). Durasi perjalanan empat hari dan ga akan pernah terbayangkan kalau saya sanggup, haha! Sebelumnya sudah sempat 'nyicip' naik kapal dari Lombok ke Surabaya kurang lebih 20 jam an, dan aman-aman saja karena fasilitas memadai dan ga ruame. Sedangkan KM Ciremai ini belum keluar dari ruang tunggu aja udah berdesakan rebutan biar dapat tempat, dan terang aja, emang bener-bener kita ber 70 ini ga dapat tempat kalo ga pake porter. Nomor kasur yang ada di tiket kita itu ga berlaku alias emang harus dulu-duluan cari tempat. Kurang lebih ini kondisi hari pertama kita :

Barang pribadi dan barang donasi dan jemuran dadakan dan dan dan....
Memasuki hari kedua (malemnya sudah gerilya untuk cari tempat ke orang-orang yang mau turun Makassar) kami uda dapet tempat tidur enak dari hasil gerilya itu. Benar-benar seperti disurga huhu senang dapat tempat. Tapi kalau ga dapat kasur bisa ambil matras karena free untuk siapa saja ga kaya di KMP Legundi yang harus setor KTP untuk ambil matras.