26.3.19

Backpacking ke Raja Ampat?

Selepas dari postingan serial publik transpo kemarin, kali ini saya mau share tentang bagaimana melakukan perjalanan ala backpacker menuju that famous Raja Ampat. Sebelumnya, haruskah saya menulis dengan detail terkait program volunteering yang saya ikuti? Komen di postingan ini apabila iya, ya!


Postingan tips ini terkait biaya dan estimasi waktu, biasalah, budget khan jadi permasalahan utama kalau jalan-jalan!

Menuju Kabupaten Raja Ampat bisa melalui dua jalur ; udara dan laut. Terkait efektifitas jelas menang pesawat lah ya tapi dengan biaya pesawat (hampir) 5-6 kali lipat harga tiket kapal, ya meskipun durasi perjalanannya juga berkali-kali lipat. Naik kapal ke Raja Ampat? Why not! Via udara (dari Surabaya) 3 jam an, via kapal 4-5 hari. Detail fasilitas kapal bisa baca di postingan sebelum ini atau klik link dibawah paragraf ini ya lengkap dengan berbagai informasinya.

BACA JUGA : KM CIREMAI VS KM LABOBAR

6.3.19

KM Ciremai vs KM Labobar

Halo! Akhirnya nemu juga saat yang tepat  untuk nulis dan akhirnya ada niat untuk menulis lagi!!

Long short story, akhir Januari sampai awal Februari  kemarin saya habis melakukan perjalanan dalam rangka pengabdian  masyarakat di Kabupaten Raja Ampat yang dinaungi oleh organisasi non profit YOUCAN. Menuju ke Kabupaten Raja Ampat kita melakukan perjalanan via laut dengan durasi kurang lebih 4-5 hari.

Kali ini saya akan mengulas dan mengupas tuntas fasilitas Kapal Labobar dan Kapal Ciremai serta menjabarkan plus minus dari keduanya.

Kapal yang kita gunakan di keberangkatan dengan menggunakan KM Ciremai yang berangkat dari Surabaya dan turun di Sorong dengan rute Surabaya - Makassar - Bau Bau - Sorong (tujuan akhir KM Ciremai ini sampai Jayapura ya. Oya. Harganya kurang lebih 700 ribu). Durasi perjalanan empat hari dan ga akan pernah terbayangkan kalau saya sanggup, haha! Sebelumnya sudah sempat 'nyicip' naik kapal dari Lombok ke Surabaya kurang lebih 20 jam an, dan aman-aman saja karena fasilitas memadai dan ga ruame. Sedangkan KM Ciremai ini belum keluar dari ruang tunggu aja udah berdesakan rebutan biar dapat tempat, dan terang aja, emang bener-bener kita ber 70 ini ga dapat tempat kalo ga pake porter. Nomor kasur yang ada di tiket kita itu ga berlaku alias emang harus dulu-duluan cari tempat. Kurang lebih ini kondisi hari pertama kita :

Barang pribadi dan barang donasi dan jemuran dadakan dan dan dan....
Memasuki hari kedua (malemnya sudah gerilya untuk cari tempat ke orang-orang yang mau turun Makassar) kami uda dapet tempat tidur enak dari hasil gerilya itu. Benar-benar seperti disurga huhu senang dapat tempat. Tapi kalau ga dapat kasur bisa ambil matras karena free untuk siapa saja ga kaya di KMP Legundi yang harus setor KTP untuk ambil matras.